Menulis dan mencurahkan hati melalui tulisan sudah saya lakukan sejak di bangku SD. Mulai dengan menulis diary, menbuat cerpen sampai puisi saya lakukan bahkan sejak tulisan tangan saya masih macam cakar ayam (sekarang juga masih begitu sih tulisannya). Setahun belakangan, saya pun mulai berani membuka diri. Jika sebelumnya, tulisan-tulisan yang saya buat hanya untuk konsumsi pribadi, kini saya mulai berani membagikannya pada orang lain.
Saya mulai dengan membuat blog, menulis di dalamnya dan membagikannya di media sosial. Saya pun mendapati keasyikan tersendiri ketika orang-orang mulai membaca tulisan saya. Pada awalnya saya tidak percaya diri, namun setelah mendapat beberapa respon positif, saya pun mulai berani unjuk gigi.
Kenekatan saya berbuah hasil, saya berhasil memenangkan lomba, mendapat beberapa job menulis bahkan berkesempatan untuk menulis buku (meskipun masih keroyokan). Salah satu job menulis yang saya lakoni beberapa bulan terakhir ini adalah mengisi konten di sebuah website parenting. Aturan mainnya mudah, setiap hari saya harus menyelesaikan lima tema dengan masing-masing lima key words yang telah disediakan oleh editor. Mudah kan?
Kenyataannya tidak, menjalani peran sebagai ibu, lalu harus profesional menyelesaikan target yang diberikan oleh website tersebut ternyata membuat jadwal hidup saya kacau. Kurang tidur sudah pasti, karena satu-satunya waktu yang saya punya untuk dikorbankan adalah waktu tidur. Belum lagi ketika saya diminta untuk menuliskan tema yang bertentangan dengan nilai yang saya anut. Saya pernah 2-3 kali mengalami hal tersebut dan dengan terpaksa menawar ke editor agar diberi tema lain. Terdengar tidak profesional ya? Tapi mau bagaimana lagi, saya menulis hal yang sejalan dengan hati dan tentu yang membawa manfaat dunia akhirat bukan justru akan menyusahkan kehidupan saya dikemudian hari.
Entah karena burn out atau bagaimana, setelahnya saya mulai tidak merasakan kenikmatan dalam menulis. Saya pun undur diri dari website tersebut. Tapi, ternyata tidak sampai di situ, sering kali saya menulis dengan orientasi uang, hanya untuk memenuhi job atau demi ikut lomba. Saya menulis demi sebuah imbalan. Duniawi banget deh pokoknya. Namun, semakin saya ngoyo, semakin saya merasa tulisan-tulisan saya kering tanpa nyawa. Saya sampai eneg sendiri baca tulisan saya, entah kenapa.
Menurut saya, ini bukan writers block sih... Karena saya masih menyimpan banyak bank ide di notes saya, hanya sulit sekali ketika saya ingin mengeksekusinya. Karena saya merasa menulis karena "harus", bukan karena "ingin". Saya menulis untuk memenuhi target agar tidak kehilangan pembaca, sampai akhirnya saya sama sekali tidak menikmati kegiatan menulis itu sendiri.
Awal saya menulis adalah untuk menenangkan perasaan saya. Menjadikannya sebagai tempat untuk katarsis, untuk melegakan hal yang menghimpit dada. Tapi kenyataannya, belakangan ini menulis justru membuat dada saya sempit. Apa saya harus berhenti? Saya rasa tidak. Karena menulis sudah menjadi gaya hidup saya sejak lama. Jika tidak menulis, saya ibarat melewatkan mandi pagi atau sikat gigi, ada yang kurang, ada yang hilang.
Hal yang harus saya lakukan adalah kembali meluruskan niat, memutar haluan kembali ke awal. Tak apa mulai lagi di titik nol, asal saya kembali merasakan kenikmatan yang saya rasakan ketika menuliskan bait-bait di atas kertas atau mengetik di depan laptop saya. Seperti ketika saya pertama kali mengenal dunia menulis dan mulai jatuh cinta padanya.
Komentar
Posting Komentar
Hai! Terima kasih sudah membaca artikel ini. Silahkan tinggalkan komentar untuk saran dan masukan atau jika Moms menyukai tulisan ini. Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar yah dan komentar Moms akan dimoderasi untuk kenyamanan pembaca blog ini. Salam! (^,^)