Beberapa hari ini, di rumah sedang kompakan kena influenza. Bermula dari si bungsu dan akhirnya menular pada saya, si kakak dan abinya. Seperti kebanyakan orang yang terserang influenza, pastilah makan jadi enggak enak, mood jadi jelek dan badan terasa remuk redam.
Bisa ketebak akibatnya, duo shaliha pun rewel luar biasa. Disuruh makan susah, si bungsu juga jadi ekstra lengket sama saya. Sudahlah saya juga sedang enggak fit, anak-anak rewel pula. Puncaknya hari selasa kemarin, saya seharian jadi ikut marah-marah ke mereka. Bukannya tambah anteng, yang ada mereka justru tambah rewel. Jelas saja, orang lagi enggak enak badan malah diomeli.
Namun, hari itu saya mendapat kabar yang enggak terduga. Sepupu saya, yang baru saja melahirkan putrinya, kehilangan buah hatinya karena meninggal. Innalillahi wa inailaihirojiun....
Padahal pagi harinya, ia baru saja minta doa di grup wa keluarga karena mau operasi cesar. Tentunya dengan perasaan harap yang sangat besar untuk menggendong buah hatinya setelah lahir. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, bayi kecil itu hanya menangis sebentar dan kemudian ia tampak tertidur yang ternyata menjadi tidurnya untuk selama-lamanya.
Astaghfirullah... Saya benar-benar ibu yang enggak punya rasa syukur! Saya ingat dulu ketika si kakak lahir, ia juga sempat mengalami masa kritis. Saya tahu rasanya ketika diambang kehilangan permata hati yang begitu didamba. Lalu sekarang, setelah ia besar, melihat tingkah polahnya yang sedikit enggak sesuai harapan saja saya sudah naik darah.
Saya teringat, kejadian yang sama dengan sepupu saya juga dialami oleh teman sekantor dulu. Ia bahkan kehilangan buah hatinya dua kali. Ya... Dua kali! Dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun saja. Anak pertama, sempat lahir dan hidup sebentar. Sedangkan anak kedua, meninggal dalam kandungan ketika usia kehamilan delapan bulan lebih. Saya rasa, butuh hati sekuat baja untuk bisa menerima qadarallah demikian.
Maka, saya pun berkaca pada diri saya. Bagaimana saya memperlakukan anak-anak. Apakah memang sudah mencerminkan cinta yang saya rasakan untuk mereka?
Baca juga:MENDAMBA CINTA AYAH
Saya menyebutnya sindroma terlalu cinta. Ketika perasaan cinta yang begitu dalam pada seseorang memunculkan perasaan khawatir, yang terkadang menjerumuskan. Seperti pada kasus saya dan anak-anak, ketika mereka sedang sakit berbarengan, saya merasa khawatir luar biasa. Saya cemas karena mereka enggak mau makan dan kondisi kesehatan mereka yang enggak sedang sakit. Sayangnya, kecemasan saya menjadi terlalu berlebihan, sehingga ekspresi yang saya tampilkan bukanlah rasa sayang, namun frustrasi.
Ya... Saya frustrasi, karena di tengah kondisi yang tengah sakit, anak-anak justru enggak mendapat asupan yang cukup. Saya frustrasi, karena harapan saya tak sesuai dengan kenyataan yang saya hadapi. Frustrasi saya itu pun berakhir dengan amarah.
Apakah yang saya alami, juga Moms alami? Lalu, setelah marah, penyesalan pun datang, lalu datang lagi situasi yang memicu amarah dan siklus pun berulang. Sounds familiar?
![]() |
Keinginan anak-anak sebenarnya sangat sederhana. Mereka hanya membutuhkan cinta yang diekspresikan secara nyata |
Lalu, apa kabar dengan klaim bahwa anak-anak adalah permata hati yang dicintai sepenuh hati? Saya yang diberikan amanah oleh Allah untuk mengasuh dan mendidik kedua putri saya, seharusnya lebih bersyukur. Saya enggak harus mengalami pahitnya kehilangan anak yang dicintai. Rasa syukur itu harusnya tercermin dalam cara saya memperlakukan mereka. Kita enggak pernah tahu berapa lama lagi waktu tersisa. Lalu, apakah kita masih mau menyia-nyiakan kebersamaan dengan hardikan, amarah dan nada tinggi? Mumpung kesempatan masih ada, ayo Moms, kita torehkan jejak memori bahagia untuk anak-anak kita. Karena kebersamaan Moms dengan anak-anak hari ini, enggak akan bisa terulang esok hari.
baca ini lgs sediih banget. jd inget seminggu ini aku dpt kabar duka cita dr 2 temen yg kehilangan anaknya. yg 1 malah nyesek. krn mendadak banget. ken infeksi meningococcus, yg ga ada gejala tiba2 anaknya lgs muntah2, di bawa ke 2 rs tp di saranin utk pindah rs yg lbh komplit peralatannya. rs ke3 anaknya udh koma. trus besoknya meninggal. ga ada tanda2 sakit sblmnya. masih main ama kakanya. shocked sih aku mba. kebayng ank sendiri. selama ini aku srg ngomel2 kalo anak berantakin rumah, trlalu bawel.. ga kebayang kalo sampe ngalamin apa yg temenku rasain. :(
BalasHapusskr ini aku msh belajar utk ttp sabar, ngadepin anak2. gpp lah mereka bawel, gpp mereka berantakin rumah, itu tanda mereka aktif toh.
Betul mbak... Sekarang setiap mau naik emosinya saya pun mencoba mengingat kalau kondisi saya jauh lebih beruntung dari ibu lain yang punya pengalaman kehilangan buah hati... :(
HapusDuh sedih ya kalau yang kita harapkan cuma numpang mampir sebentar. Kalau udah gini jadi mikir kita ini siapa, ga bisa ngatur Allah harus ngasih ini, ngasih itu. Pasti ada hikmahnya di setiap titipanNya, ya
BalasHapusIya mbak... Pada akhirnya kita hanya tawakal pada Allah. Ia yang punya, Ia juga yang berhak mengambilnya.
HapusMakjleb bacanya Mom. Sering kali saat capek atau stres, anak adalah sasaran paling empuk dan paling dekat. Dan yaaa begitulah yang sering terjadi, kita kehilangan kesabaran dan mulai emosi. Meski pada akhirnya pasti nyesel. Memang jadi ibu itu berat, makanya kita harus mendekatkan diri pada Tuhan, memohon keiklasan dan kekuatan untuk mendampingi buah hati. Semangat mom!
BalasHapusHuhu... Sedih ya mbak... Menjalankan peran ibu dengan sabar itu memang enggak mudah. Itu kenapa kita perlu doa sebagai penguat.
Hapus