Perkembangan kehidupan sosial saat ini mendorong peran perempuan menjadi meluas. Jika sebelumnya peran perempuan identik dengan ranah domestik dan pengasuhan anak, kini perempuan telah mengembangkan sayapnya ke ranah publik. Sebagai ibu yang pernah bekerja "kantoran", menurut saya sah saja ketika seorang perempuan ingin mengembangkan potensinya dengan bekerja di luar rumah. Tentunya dengan catatan bahwa hak dan kebutuhan buah hati baik secara fisik dan psikologis tidak terabaikan.
Dilema Ibu Bekerja
Dengan aktifnya ibu bekerja di ranah publik, tentunya perlu ada orang yang mengisi peran saat ibu tidak ada. Ibu seringkali menghadapi dilema. Pada akhirnya, menitipkan buah hati pada nenek sering kali menjadi alternatif para ibu bekerja. Alasannya karena menitipkan anak pada nenek lebih terjamin. Ibu merasa lebih tenang karena menitipkan anak pada orang terdekat.
Sewaktu saya masih bekerja dulu, saya pun berpikir demikian. Meskipun tidak sepenuhnya, karena saya masih menggunakan jasa pengasuh. Namun, bagi saya, dengan keberadaan mertua saat itu membuat saya lebih tenang saat meninggalkan anak di rumah untuk bekerja.
Ibu vs Nenek
Akan tetapi, meninggalkan anak dalam pengasuhan nenek ternyata masih menyisakan ganjalan. Banyak yang mengeluhkan perbedaan cara pengasuhan buah hati.
Sama aku dilarang, tapi sama neneknya malah dikasih. Giliran aku larang, anakku jadi merengek dan maksa karena kebiasaan
Duh! Anakku kalau di dekat neneknya jadi kolokan banget. Dilarang sedikit langsung ngambek. Kebiasaan dimanja soalnya
Kira-kira begitulah sebagian keluhan para ibu yang menitipkan anaknya pada nenek.
Pada kenyataannya, sebagian nenek memang menerapkan gaya pengasuhan permisif pada anak. Padahal menurut psikolog anak, Diana Baumrind, gaya pengasuhan permisif akan berpotensi menghasilkan anak dengan tanda kecemasan dan depresi, agresi, keterampilan sosial yang buruk serta prestasi sekolah yang kurang baik.
Hal ini karena pada gaya pengasuhan permisif, pengasuh akan sulit menentukan batasan pada anak. Akibatnya anak mengalami kondisi kebingungan tentang nilai-nilai yang patut dan tidak. Dengan demikian, penting untuk membangun sinergi dan menyamakan visi pengasuhan antara orang tua dengan nenek.
Apa hal tersebut terjadi pada saya?
Ya, di awal si kakak lahir, saya dan mertua pun mengalaminya. Saya sebagai ibu baru dan mertua sebagai nenek baru, sama-sama belajar menyelami peran kami. Terkadang terjadi perbedaan cara di antara kami. Terkadang juga terjadi friksi, walaupun tidak terlalu parah juga. Pada akhirnya, saya dan suami berusaha untuk mencari solusi. Karena kami sadar bahwa kakak sedang menjalani periode emasnya, sehingga memberikan pendidikan dan melakukan pola pengasuhan yang tepat menjadi sangat penting.
Membangun Komunikasi untuk Menyamakan Visi
Pada hakikatnya, baik ibu dan nenek, pasti memiliki tujuan yang baik bagi buah hati. Meski beberapa kali mengalami friksi, tapi pada akhirnya saya berusaha untuk tetap positive thinking pada ibu mertua. Membangun komunikasi adalah salah satu cara yang saya lakukan. Saya bersyukur, mertua saya cukup open minded tentang pola pendidikan dan pengasuhan si kakak. Mungkin karena beliau adalah seorang guru, jadi cukup paham betapa pentingnya pendidikan pada anak usia dini.
![]() |
Membangun komunikasi dengan nenek adalah salah satu upaya untuk mencapai kesamaan visi dan meminimalisir friksi dalam cara pengasuhan buah hati. |
Agar pola pengasuhan kami sejalan, saya mengemukakan harapan saya tentang pengasuhan kakak. Tidak secara gamblang, karena nanti kesannya seperti menggurui. Misalnya masalah kemandirian, saya kemukakan keinginan saya agar kakak bisa makan sendiri dengan duduk tertib, bukan makan sambil keluar rumah dan bermain. Agar apa yang saya sampaikan berdasar, biasanya saya sebutkan pendapat ahli (yang biasanya saya temukan melalui berselancar di google atau baca buku,hehe), misalnya efek buruk membiasakan anak makan sambil bermain.
Namun, saya pun sadar bahwa keterlibatan nenek dalam mengasuh kakak juga saya butuhkan. Sebagai orang tua, saya pun tidak sempurna. Bagi saya, ketidaksempurnaan saya mungkin dapat terisi dengan kehadiran nenek dalam pengasuhan si kakak. Ibarat mengisi ruang kosong yang luput dari saya. Terkadang beberapa saran pengasuhan dari nenek juga sangat baik untuk diterapkan, jadi saya tidak selalu menafikan cara mertua dalam mendidik si kakak. Selain menghargai upaya nenek, memberi ruang keterlibatan untuk nenek dalam mengasuh buah hati ternyata juga memberikan dampak yang positif bagi buah hati.
Kolaborasi Sinergi Antara Ibu dan Nenek Membangun Kemandirian dan Membantu Kesiapan Anak Bersekolah
Pengasuhan kolaboratif antara ibu dan nenek ternyata justru memberikan dampak yang positif terhadap kemandirian anak. Nyatanya, penelitian justru menunjukan anak dengan ibu bekerja memiliki kemandirian yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang diasuh langsung oleh ibunya (Latifah, dkk,2016). Selain itu, anak yang diasuh oleh nenek ternyata lebih siap bersekolah dibandingkan dengan yang hanya diasuh oleh ibunya. Hal ini terlihat dari kesiapan kognitif anak saat mengikuti tes masuk sekolah dan juga kematangan karakter saat masuk sekolah.
![]() |
Kolaborasi antara orang tua dan nenek dalam mengasuh buah hati terbukti meningkatkan kemandirian dan kematangan emosional anak. |
Hal ini juga terlihat pada kakak. Ia sudah mampu mengurus beberapa keperluan pribadinya seperti makan dan pakai baju sendiri sejak usia dua tahun. Padahal saya sendiri tidak pernah memaksa kakak untuk harus bisa melakukannya. Menurut saya, kakak pun lebih matang secara emosional, misalnya ia mampu berbaur dalan acara keluarga besar tanpa malu-malu. Ia mau menjawan pertanyaan anggota keluarga lainnya saat ditanya tanpa harus didorong-dorong.
Baca juga:AGAR ANAK MANDIRI DAN BERDAYA
Hal ini karena keterlibatan keluarga dalam pengasuhan anak memberikan dampak bagi pembentukan karakter yang lebih matang (Rakhmawati, 2015). Meskipun tak jarang terjadi perbedaan antara pola pengasuhan orang tua dengan keluarga (dalam hal ini nenek), namun hal tersebut ternyata bukanlah sebuah penghambat bagi perkembangan karakter anak, melainkan justru sebagai pelengkap yang saling mengisi dalam kekurang dalam pengasuhan masing-masing.
Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog #appletreebsd. Untuk mengetahui lebih jauh tentang sekolah tersebut, silahkan klik pada link Apple Tree Pre-School BSD.
Referensi:
Latifah,dkk.(2016). Pengaruh Pengasuhan Ibu dan Nenek Terhadap Perkembangan Kemandirian dan Kognitif Anak Usia Pra Sekolah. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. Vol. 9 No. 1. Hal 21-32
Rakhmawati, Istina. (2015). Peran Keluarga dalam Pengasuhan Anak. Jurnal Bimbingan Konseling Islam. Vol. 6 No.1
Dulu kecilnya anakku pada sama nenek. Walau aku juga bayar pengasuh. Alhamdulillah ibuku sangat pengertian. Apa-apa izin aku dulu. So, anak-anak gak bisa pakai strategi apa2 minta ama nenek. Haha . Mendidik emang harus kompak.
BalasHapusBetul mbak... Sinergi... Itu kuncinya. Karena baik ibu sama nenek pasti ingin yang terbaik untuk si kecil. Hanya sering kali caranya saja yang beda,hehe
HapusKeterlibatan keluarga memang sangat penting dlm tumbuh kembang anak ya mba
BalasHapusIya... Betul. Penting banget!
HapusAnak pertama Saya dulu diasuh neneknya. Solusinya begitu karena situasi dan kondisi. Alhamdulillah ibu saya tidak terlalu permisif sehingga tidak berbenturan dengan cara saya.
BalasHapusAlhamdulillah... Berarti mbak wiwin seperti saya, cukup beruntung karena nenek masih bisa diajak bekerja sama dalam mengasuh si kecil ya mbak.... :)
HapusHehe....masalah klasik ya, pengasuhan ibu dan nenek ke anak. Nenek kakek kadang mikir, "Dulu nggak sempet manjain anak karena sibuk kerja. Sekarang boleh dong manjain anak." Tantangan buat kita nih kalau nantiiiii jadi nenek :D
BalasHapusHehe... Iya ya... Betul juga. Jangan-jangan ada faktor membayar rasa bersalah di masa lalu juga mbak
Hapusemang kebanyakan nenek ngemanjain, makannya rada gimana gitu kalau dititip sama nenek waktu lama, kadang udah dikasih tau begini begitu ke nenek tetep aja dimana fiuhhh cape uga bilangin takut kesinggung :D
BalasHapus