Menghadapi si kakak di usianya yang kini menginjak empat tahun, amat berbeda dengan sebelumnya. Jika sebelumnya si kakak begitu manut, sekarang ia sudah bisa menjawab argumen saya. Tak jarang ia bisa memberikan alasan logis yang akhirnya tidak bisa saya patahkan.
Kita seringkali beranggapan bahwa anak yang penurut dan tak pernah membantah adalah anak yang baik. Padahal, dari literatur yang pernah saya baca, anak yang mampu berargumen dan memiliki pendapatnya sendiri justru unggul dari segi IQ dan EQ. Kita mendidik anak manusia, yang sewajarnya memiliki keinginan pribadi. Itulah kenapa penting bagi orang tua untuk menggunakan seni berkomunikasi ketika berbicara dengan anak. Bukan memaksakan ego orang tua yang justru dapat berdampak negatif pada anak.
Baca juga: MELATIH ANAK BERTANGGUNG JAWAB
Ingatkah Moms tentang cerita pinokio? Paman gepeto yang membuat boneka kayu, kemudian ia berubah hidup bak anak laki-laki. Kemudian Pinokio pun membangkang, ia mengikuti nalurinya untuk berkeinginan dan tidak mendengarkan nasihat "ayah"-nya.
Sepenggal kisah pinokio menyadarkan saya, bahwa boneka kayu saja memiliki keinginan sendiri, apalagi anak-anak kita. Naluri dan sikap kritis yang secara alami telah dimiliki mereka seharusnya tetap dikobarkan bukan dipadamkan. Namun begitu, sebagai orang tua, kita tentu ingin anak-anak mengikuti standar nilai yang sama dengan kita. Wajar dan boleh banget! Tapi bagaimana jika anak mulai berkeras dengan keinginannya sendiri?
Ketika Ia Mulai Membantah
![]() |
Memiliki keinginan pribadi adalah hal yang baik, namun anak perlu belajar untyk menyampaikan keinginannya dengan baik (sumber gambar: Pexel) |
Tantangan saya dalam membesarkan kakak dimulai sejak satu tahun yang lalu. Ia selalu menolak apa yang saya sarankan,
"Aku pokoknya maunya begini!" ujarnya.
Bahkan terkadang ia bicara sambil emosi. Kali lain ia menunjukan sikap yang lebih pasif agresif. Ia seolah-olah menerima dan menuruti keinginan saya, tapi ternyata ia tetap melakukan sesuai keinginannya. Zonk banget!
Pola komunikasi ala batita saya harus segera ditinggalkan. Jika sebelumnya, saya lebih banyak mengajukan statement directive, sekarang saya harus memiliki dasar logis dari setiap permintaan saya. Tentu saja karena si kakak akan bertanya,
"kenapa saya harus melakukan itu?"
Saya tidak ingin terjebak dalam cara menjawab yang kuno dan hanya akan membuat anak diam sementara,
"sudah lakukan saja!"
"kamu nanya terus!"
"iih... Bawel! Kerjakan saja deh!"
Pernyataan-pernyataan semacam itu bisa jadi membawa salah satu dampak (yang bertolak belakang) berikut ini:
- Anak menjadi pribadi yang pasif dan manut, tidak kritis dan cenderung menjadi objek penderita.
- Seperti bom waktu yang meledak, akan tiba saat anak melepaskan tali kekangnya, memberontak bahkan mengecam nilai kedua orang tuanya.
![]() |
Jika orang tua terus memaksakan egonya pada anak, bukan tidak mungkin suatu hari anak akan berontak (sumber gambar:Pixabay) |
Dua efek ini sama-sama seram kan, Moms. Lalu, bagaimana seni berkomunikasi dengan anak yang mulai kritis pemikirannya agar tercipta hasil yang win-win untuk Anda dan buah hati?
Setiap Pribadi Anak Unik
Sebelum membahas teknis tentang seni berkomunikasi dengan si kritis, hal yang perlu Moms ketahui adalah karakter dan kepribadian anak Anda. Si kakak jelas berbeda dengan anak Moms. Namun, sebagai gambaran, di usianya yang empat tahun, si kakak sudah bisa membedakan alasan yang logis dan tidak logis bagi dirinya. Ia sebetulnya tipe anak yang tidak terlalu sulit untuk diminta, tapi jika menurutnya ia tidak perlu melakukan sesuatu, jangan harap ia mau melakukannya. Sekali "tidak" tetap "tidak", nyaris tidak ada toleransi. Ia juga akan begitu kuat mempertahankan keinginannya, pokoknya sulit digoyahkan atau bahasa lainnya ngeyel,hehe.
Akan tetapi, si kakak juga anak yang sangat empatik, terutama pada saya, ibunya. Ia juga tipe anak yang tidak ingin merugikan orang lain. Ditambah lagi, si kakak tipe anak yang mudah jera. Ketika ia mengalami kesulitan karena perbuatannya, ia akan mengingat betul hal tersebut dan saya yakin 99%, insya Allah dia tidak akan mengulangi perbuatan yang sama dengan sengaja.
Sebelum membangun pola komunikasi efektif dengan seni berkomunikasi, Moms perlu mengenal karakter dan pribadi anak Anda. Nantinya hal ini menjadi panduan bagi Moms untuk dapat membangun pola komunikasi bersama buah hati. Anak yang perasa mungkin akan sulit menerima nilai yang diberikan ketika Moms menyampaikannya secara tegas dan begitu pula sebaliknya. Ingat! Nilai baik akan sulit terinternalisasi oleh lawan bicara jika disampaikan dengan cara yang salah, termasuk saat Moms berkomunikasi dengan si buah hati.
Seni Berkomunikasi dengan Si Kritis
![]() |
Tujuan menerapkan seni berkomunikasi dengan anak Anda adalah menciptakan solusi yang win-win bagi Anda dan buah hati (sumber gambar: Pexel) |
Seni berkomunikasi dengang si kritis bisa diterapkan sejak anak sudah mampu membentuk logika berpikir yang runut. Beberapa cara yang bisa Moms lakukan untuk menciptakan komunikasi yang efektif bersama anak Anda adalah:
Kemukakan alasan
Anak yang sudah lebih besar biasanya akan sulit diarahkan secara directive. Dengan pemahaman yang masih minim, si kecil tentu hanya akan menilai sesuatu berdasarkan dengan kemampuan kognitif di usianya. Di satu sisi anak belum bisa dilepas untuk mengambil keputusan, tapi di sisi lain, ia sudah berkeras dengan keinginannya sendiri.
Namun kabar baiknya, pada usia ini, anak biasanya sudah bisa diberi pengertian. Jangan hanya mengatakan "tidak boleh", tapi kemukakan alasan kenapa hal tersebut tidak boleh dilakukan, misalnya karena hal tersebut berbahaya atau merugikan orang lain. Memberikan larangan tanpa memberikan penjelasan hanya akan membuat buah hati Moms merasa ia "harus" melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa keikhlasan. Berbeda jika ia paham dengan konsekuensi atau manfaat yang akan diterimanya jika ia melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Saya yakin buah hati Anda akan dengan sukarela melakukan arahan Anda.
Fokus pada satu perilaku
Saat menghadapi perilaku anak yang kurang ideal, kita biasanya tergoda untuk mengomel. Misalnya saat kakak muntah karena makan sambil bercanda dengan si adik. Reaksi pertama yang muncul adalah menyalahkan si kakak karena makan sambil bercanda, tidak bisa duduk tenang, makanya diemut dan sebagainya. Reaksi seperti ini hanya akan diterima anak sebagai sebuah omelan, namun jangan harap perilaku anak Anda akan berubah lebih baik. Jika Moms ingin anak Anda bersikap baik saat makan, kemukakan poinya secara jelas. Ingat! Hanya pada poin tersebut. Katakan,
"kakak kalau makan duduk, biar enggak muntah".
That's it, tanpa tambahan repetan dan omelan. Atau
"kalau kakak makannya duduk, kakak pasti enggak akan muntah. Tenang sedikit makannya ya kak!"
Kemukakan harapan Anda dengan jelas. Jangan menggunakan alasan-alasan yang tidak nyambung seperti mengatakan pada anak Moms kalau makannya sambil bercanda nanti ditangkap bapak polisi (kasihan banget pak polisinya jadi kambing hitam)
Dengarkan... Dengarkan... Dengarkan
![]() |
Mendengar adalah bagian tersulit dari komunikasi, padahal justru mendengarlah unsur yang terpenting dalam komunikasi itu sendiri (sumber gambar:www.essentialkids.com.au) |
Sebagai orang tua, terkadang kita mungkin bersikap superior. Karena merasa lebih banyak pengalaman dan menilai anak belum mampu mengambil keputusan, kita cenderung kurang mendengarkan aspirasi anak. Mendengarkan anak membantu kita untuk lebih memahami mereka. Si kakak terkadang mengingatkan saya, ketika tanpa sadar saya memotongnya saat bicara, "kakak sedang bicara, Mi," begitu katanya.
Mendengarkan anak juga membuat mereka merasa dihargai pendapatnya. Kita yang dewasa saja tentu sebal jika ada orang yang memotong pembicaraan kita kan? Beri ruang pada anak untuk mengemukakan pendapatnya dan yang paling penting, hargai pendapatnya.
Posisikan mata sejajar
Jika anak sudah begitu keras mempertahankan pendapatnya dan suasana sudah mulai "panas", apa yang harus dilakukan? Posisikan diri sejajar dengan anak. Ajak ia berbicara dengan lembut. Jika anak terlanjur berbicara dengan nada tinggi, minta ia untuk tenang terlebih dahulu baru ajak berdialog.
Berikan penekanan pesan dengan gesture
Setelah anak cukup tenang, ajak ia untuk bicara. Berikan penekanan pada hal-hal penting yang ingin Moms sampaikan dengan gestur yang tepat. Misalnya dengan memegang kedua pundaknya dengan lembut sambil berkata lembut. Dalam teori komunikasi, gesture lebih mudah diterima oleh lawan bicara dibandingkan dengan isi pesan itu sendiri. Buat anak Moms nyaman ketika berkomunikasi dengan Anda. Jika ia sudah selesai mengemukakan pendapatnya, Moms bisa mengatakan pada anak Anda bahwa sekarang giliran Anda berbicara dan saatnya anak Anda untuk mendengar.
Hindari melabel
"kamu nih keras kepala!" big no! Jangan pernah memberi label pada anak Anda. Label akan membuat penilaian Moms tidak objektif. Ingat bahwa Anda tidak selalu benar. Untuk dapat memahami keinginan buah hati Anda, Moms perlu bersikap objektif.
Label juga bisa membentuk citra diri anak Anda sesuai dengan penilaian Moms. Pernah dengar kan kalau ucapan ibu itu adalah doa yang mustajab? Jadi, berhati-hatilah dalam berucap.
Menghadapi si kritis bukan perkara menang dan kalah. Pada akhirnya, anak juga tidak selalu harus mengikuti keinginan Anda. Namun, seni berkomunikasi dengan buah hati, membantu Moms untuk lebih memahaminya dan tentu saja untuk membangun kepercayaan anak pada Anda. Yakinlah bahwa "kengeyelan"-nya adalah proses ia untuk lebih memahami dunia. Sambil Moms terus berdoa pada Allah agar buah hati Anda dilembutkan hatinya agar mudah menerima nasihat.
Semoga bermanfaat ya Moms! :)
Komentar
Posting Komentar
Hai! Terima kasih sudah membaca artikel ini. Silahkan tinggalkan komentar untuk saran dan masukan atau jika Moms menyukai tulisan ini. Mohon tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar yah dan komentar Moms akan dimoderasi untuk kenyamanan pembaca blog ini. Salam! (^,^)