Saya terbangun pukul 4 pagi. Bergegas masak menyiapkan segala keperluan MPASI kakak, mulai dari makan 3 kali sehari, 2 kali cemilan hingga memerah simpanan ASI. Selesai memandikan buah hati, saya membersihkan dan mempercantik diri. Meski saya tahu, motoran dengan suami sejauh 25 kilometer selama satu setengah jam ke kantor saya di pusat Jakarta tidak akan membuat saya wangi lagi. Saya pun bekerja hingga lewat waktu magrib, itu kalau tak ingin esok hari saya kerja hingga lepas isya. Belum lagi ketika tugas kantor mengharuskan saya pergi 2-3 hari, meninggalkan si kecil, yang ketika saya tiba kembali enggan saya peluk karena tidak mengenali umminya.
Ini adalah sekelumit kisah yang saya tinggalkan empat tahun yang lalu. Ketika tidak banyak pilihan karena penghasilan saya ikut serta membayar cicilan. Kalau tak mau "engap" dan hidup lara, penghasilan harus datang dari dua bejana. Namun, saya bersyukur, karena Allah membukakan jalan bagi keluarga kami. Agar saya tidak perlu lagi berbagi hati.
Saya tahu tidak banyak yang memiliki kesempatan seperti saya. Banyak yang terpaksa berperan ganda, dengan apapun alasannya. Terpaksa meninggalkan buah hati tercinta, terpaksa bekerja dengan menyisakan banyak kegalauan peran dan yang paling menyakitkan adalah terpaksa menjalani beratnya peran dengan cemoohan.
Egois, begitu mereka menyebut working mom. Dianggap kurang bertanggung jawab karena lebih memilih untuk berbagi peran. Banyak yang mereka tak tahu, banyak yang tidak mereka pahami, tapi lebih banyak komentar dan judgment yang mereka timpakan pada ibu bekerja.
MENJALANI DUA PERAN SATU TENAGA
Saya pernah ada di dua peran sekaligus dan saya tahu menjadi profesional di keduanya amatlah berat. Saya harus bangun lebih awal dan tidur lebih malam. Saya harus merelakan waktu goleran di akhir pekan demi membayar waktu kebersamaan bersama anak. Namun, satu hal yang membuat saya hancur dan tidak lagi sanggup menjalani dua peran, kehadiran saya yang mulai tergantikan.
Dengan segala upaya yang saya lalukan, kakak lebih lekat dengan caregiver-nya. Banyak hal yang saya lewatkan dari perkembangan kakak. Ditambah fungsi saya sebagai Al Madrasatul Ula tidak sepenuhnya berjalan. Maka, saya putuskan untuk berhenti, meskipun itu sulit sekali. Butuh waktu cukup lama bagi saya untuk menerima peran baru sebagai ibu rumah tangga. Ada masa-masa terpuruk dimana saya kehilangan rasa percaya diri. Ada fase dimana saya mengumpulkan kembali keping identitas diri, tapi saya yakini kalau waktu akan berlalu dan saya akan melewatinya.
Mengingat kembali masa-masa sebagai ibu bekerja, membuat saya mampu untuk melihat dari dua kacamata. Sungguh ibu adalah peran mulia, meski ia bekerja atau ibu rumah tangga. |
Saya memang tidak setangguh ibu-ibu bekerja di luar sana, yang dengan terpaksa atau sukarela menjalani peran ganda. Mungkin bagi sebagian ibu menjalani peran ganda menjadi pembangkit energi, penyeimbang kewarasan, namun, tidak bagi saya. Namun, saya bersyukur pernah menjalaninya. Saya kini mampu melihat dari kacamata berbeda, bahwa ibu bekerja dan ibu rumah tangga sama mulianya. Sama-sama mengedepankan urusan keluarga di atas urusannya. Jika ada cerita yang berbeda, sesungguhnya itu bukan salah peran gandanya, namun karena keterbatasan pribadinya sebagai manusia.
BACA JUGA: 4 HAL YANG HARUS MOM LAKUKAN SEBELUM RESIGN
A CUP OF TEA FOR WORKING MOM: SETEGUK KISAH KEIKHLASAN PARA IBU DENGAN PERAN GANDA
Menjalani peran ganda tentu bukan tanpa konsekuensi. Kisah saya hanya bagian kecil (sekali) dari drama yang dilalui oleh ibu bekerja. Qadarallah, Allah pertemukan saya dengan sejumlah ibu yang menuangkan kisahnya dalam sebuah buku. Sungguh bukan sebuah kebetulan ketika 12 kisah kami lolos dari sekian banyak naskah yang diseleksi oleh penerbit Stilleto Books.
Saya sendiri tidak membawakan kisah pribadi, namun kisah seorang ibu hebat dari seorang penyandang disabilitas dewasa. 2000 kata yang saya susun dengan sangat bekerja keras. Bukan untuk memeras otak merangkai kata-kata indah, tapi untuk menata hati agar tidak jatuh terisak karena lubang simpati.
Berbulan-bulan proses penerbitan buku tersebut, kami tidak pernah berinteraksi selain lewat dunia maya. Kami pun belum membaca kisah satu sama lain. Hingga hari launching buku A Cup of Tea for Working Mom tiba. Kami saling berbagi semangat untuk kesuksesan buku ini. Dengan harapan buku ini dapat memberikan banyak inspirasi. Ini bukan kali pertama saya terlibat dalam penyusunan buku antalogi, jadi, kalau boleh berterus terang, rasanya tidak banyak yang berbeda, tidak istimewa.
Namun, saat buku ini tiba di tangan saya. Kemudian saya membaca lembar demi lembarnya. Akhirnya, kesempatan untuk membaca kisah yang ditulis oleh teman-teman menjadi nyata. Saya tidak kuasa menahan air mata. Buku ini tidak hanya berisi curhatan belaka, namun sarat dengan rasa. "Saya ikhlas dengan peran ganda," itu makna tersirat yang saya tangkap dari keutuhan kisah dalam buku ini.
ULASAN BUKU A CUP OF TEA FOR WORKING MOM
Kini saya mencoba mengulas buku ini dari kacamata pembaca. Seperti menyesap secangkir teh hangat, membaca buku ini memberikan rasa nyaman yang sulit untuk dijelaskan. Ketika meneguk setiap katanya, saya merasa bahwa saya tidak sendiri. Ibu-ibu dengan kekuatan mental luar biasa berjuang untuk menghadapi tantangan hidup. Di dalam rumah berjibaku dengan peran sebagai ibu, mencoba sekuat tenaga mengisi keabsenan saat harus memenuhi tanggung jawab di luar rumah. Dipandang sebelah mata saat menjalani peran di dunia kerja. Berusaha seprofesional mungkin di tengah rapuhnya perasaan karena menjalani lakon penuh dilema.
Lika-liku kehidupan para ibu bekerja dengan segala tantangannya. Seolah datang dari segala penjuru, ibu bekerja dituntut untuk kuat fisik dan mental. Mereka tahu, apa yang mereka jalani adalah konsekuensi dari pilihan hidup atau malah takdir yang harus dijalani dengan lapang dada. Tidak ada sedikit pun keegoisan, yang ada justru keikhlasan untuk menjalani peran yang sesungguhnya bukan sebuah kewajiban.
Beberapa cerita dalam buku ini mungkin merupakan cerita banyak orang, sebagian lagi mungkin cerita milik segelintir orang. Seakan menjalani peran penuh dilema belumlah cukup, beberapa ibu diuji dengan kondisi istimewa, berjuang melawan penyakit atau diamanahi buah hati yang istimewa. Namun, yakinlah bahwa dalam setiap tantangan hidup yang dihadapi para ibu ini, selalu ada semburat harapan dalam meniti hidup dengan baik.
Dengan keikhlasan, beratnya hidup terasa jauh lebih ringan. Dengan penuh optimisme dan keyakinan bahwa Tuhan selalu ada untuk merangkul pundak ibu, membuat sosok perempuan yang tampak rapuh menjadi kuat dan mandiri, bahkan menopang kehidupan orang lain. Meski memaparkan tantangan perempuan berperan ganda, buku ini sarat dengan optimisme dan kekuatan. Hal tersebut menjadikan buku ini sumber inspirasi bagi para perempuan, tidak hanya ibu bekerja tapi juga ibu rumah tangga dan para calon ibu.
Namun, yang agak disayangkan, buku ini hanya membawakan 14 kisah yang teramat singkat, sehingga beberapa bagian cerita tampak tergambar kurang baik dan lengkap. Seperti buku antalogi pada umumnya, gaya bercerita setiap penulis yang berbeda juga membuat buku ini sulit diambil satu kesatuan insight-nya. Namun, buat Anda yang lebih menyukai penggalan kisah atau yang mudah bosan saat membaca satu buku utuh, buku seperti ini sangat cocok untuk Anda.
![]() |
Buku ACOT-WM di salah satu rak Gramedia Cibinong City Mall |
Identitas Buku
Judul Buku: A Cup of Tea For Working Mom
Pengarang: Tim Stileto Books
Penerbit: Stileto Books
Tahun Terbit: 2020
Tebal Halaman: 130 halaman
ISBN: 978-623-7656-05-0
Dimana bisa membelinya?
Buku ini sudah tersedia di toko buku seluruh Indonesia (saya baru menemukannya di Gramedia sih,hehe) atau untuk pemesanan bisa langsung menghubungi Stiletto Books.
Wow! Inspiring sekali, Mba. Memang jadi ibu itu sesuatu yang mulia, mau bekerja di rumah mau pun di ranah publik tetap saja fitrahnya seorang ibu yang tidak pernah sehari pun ingin berhenti membesarkan anak-anaknya. Selelah apa pun mereka. Masha Allah..
BalasHapusIni buku yg aku butuhkan banget niiih.
BalasHapusKontennya sangat relatable.
Mau baca, meresapi, dan praktikkan!
Semangaatt, semangaaatttt!
Indah mb, saya baca dari awal sampai akhir seperti ikut hanyut dan memahami juga bagaimana rasanya peran ganda itu, sampai menitikkan airmata. Semoga kita selalu diberikan kekuatan dan keikhlasan ya mb. Jadi penasaran sama bukunya. Semoga best seller aamiin
BalasHapusMenuliskan tentang perempuan dan multi perannya tidak akan pernah ada habisnya ya, mbak♥️. Tiap Ibu punya perjuangan tersendiri untuk melalui proses kehidupannya
BalasHapusWorking mom memang peran yang penuh tantangan. Nggak semua orang bisa melakukannya tapi justru beberapa harus menjalaninya demi kelangsungan hidup keluarga. Hidup sebagai anak dari seorang working mom dan pernah menjadi working mom, saya salut dengan para ibu yang menjalani peran ganda ini. Semoga buku ini bisa menjadi suntikan semangat bagi para working mom dan menjadi jendela bagi yang lain untuk bisa memahami perjuangan para ibu bekerja supaya tidak lagi mudah menghakimi pilihan mereka.
BalasHapusKetika ikhlas adalah jawaban sesungguhnya. Saya pun merasa begitu, Mbak. Kurang lebih sama dengan yang dituliskan di sini. Akhirnya menerima kondisi ini untuk membersamai anak meski saya punya banyak kesempatan berkarir di luar sana.
BalasHapusWah sangat menarik, menjadi ibu rumah tangga, menjadi wanita karir. Semua anugerah, nikmati.
BalasHapusReviewnya lengkap sekali mba. Membuat saya terharu biru dan pengen punya buku ini deh. Sukaaaa
BalasHapusSaya sudah pernah mba merasakan jadi ibu bekerja di luar rumah. Ya gitu deh, dibilang enak ya kerja aja ga pernah mengurus rumah. Giliran sekarang di rumah dibilang enak ya ga harus ngantor, santai di rumah. Lalu gw harus gimana :))
BalasHapusKadang tuh justru sesama perempuan yang tidak saling menyemangati. Malah sibuk judgement kepada orang lain yang sekiranya berbeda dengan dirinya. Buku ini pas banget kalau dibaca orang-orang seperti ini agar tau jeritan hati para working mom yang saat anaknya sakit, serasa kayak duduk di atas duri saat ngantor. Semua serba tidak enak, semua serasa menghimpit, tapi harus melaluinya dan harus BISA.
Semangat yaaa para ibu bekerja.
Masyallah meamng ya peran ibu itu sangat mulia sekali, mau dia bekerja atau hanya IRT saja. keduanya punya peran penting dan bebannya juga sama-sama berat. Semoga sehat selalu mba dan sukses selalu untuk bukunyaa semoga laris manis yaa
BalasHapusBaca paragraf-paragraf awal serasa ikut kembali ke 3 tahun lalu saat saya juga masih bekerja. Persis banget dengan yang saya rasakan dulu, Alasan mengapa akhirnya memilih tidak bekerja juga sama banget Mba. Baca ini serasa ada teman yang menguatkan.
BalasHapusDiksi Mbak Cempaka ini gurih banget, aku jadi penasaran dengan cerita Mbak di buku antologi ini. Aku penasaran cara menulis buku antologi ini bgmn ya caranya? Hehe
BalasHapusSaya selalu salut melihat working mom yang ikhlas dan total menjalankan kedua peran. Dengan catatan saat pulang kerja masih menemani anak dengan full konsen. Tertarik membaca bukunya deh
BalasHapusMasha Allah... mrnjai seorg ibu dan wanita karir bukan hal yg mudah ya mba. Apalagi kerja kantoran dan kantornya d jkt pula. Saya selalu salut sm tmn2 sy yg berbagi peran sbg ibu dan wanita karir... keren bs membagi waktu. Tapi saya juga salut dengan ibu rumah tangga full mrk bs lbh fokus ngurus suami, anak, dan rumah tangganya. Semuanya bgs kok!! yg penting setiap peran yg kt ambil mampu d jlnkan dgn baik
BalasHapusSaya wakru itu ngiririm juga untuk buku ini. Nulisnya pas di kereta perjalanan ketika dapat kabar nenek meninggal. Sayangnya tidak terpilih. Pasti bagus isinya. Mungkin mengharu biru juga.
BalasHapusDulu saya punya harapan bisa tetap bekerja saat menikah. Tapi ternyata tepat sebelum pernikahan (calon) suami pindah kerja dan ditempatkan ke daerah, sehingga rencana awal saya tetap bisa kerja di kota yang sama pun ambyar..Apalagi kemudian suami mesti mutasi ke tempat di mana ditugaskan, ya sudah ngikut pindah-pindah jadinya.
BalasHapusBagi saya perempuan tetap berdaya itu yang utama, bisa dengan bekerja di luar rumahnya atau tetap berkarya dari rumahnya.
Menjalani peran sebagai Ibu di rumah saja rasanya tak pernah berhenti bergerak menjalankan tugas, apalagi sebagai working mom yang double tugasnya, semua peran bila dijalani dengan ikhlas Insya Allah dibalas oleh Allah dengan pahala syurga ya Mba. Membaca ceritanya rasanya seperti sedang bilang pada diri sendiri, saya juga sama
BalasHapusMenjalani dua peran ini memang kadng tdk mudah ya mbak..
BalasHapusHarus ada support system juga yg mendukung
Menjadi ibu rumah tangga saja rasanya udah gimana gitu apalagi berperan ganda. Makanya saya selalu salut sama ibu pekerja yang bisa membagi waktunya dengan baik. Meski kerja di kantor tapi tidak luput pula dengan tugas utamanya sebagai ibu dan seorang istri.
BalasHapusBtw seperti judulnya, sepertinya buku antologi Mbak ini buku yang bagus dibaca sambil menyesap teh:)