Beberapa waktu lalu saya sempat mengikuti webinar tentang mengelola keuangan di tengah pandemi. Sejujurnya, saya sempat skeptis di awal, karena menganggap kayaknya enggak akan ada hal baru yang bakal saya terima. Berhubung beberapa kali ikut mendengar sharing tentang mengatur atau merencanakan keuangan, materi yang dibawa seputar itu-itu saja. Namun, berhubung saat pandemi seperti sekarang, emak macam saya harus cermat mengatur keuangan rumah tangga, tentu tidak ada salah menyimak webinar tersebut. Sebelumnya saya sempat menulis tentang tips mengatur keuangan keluarga . Namun, dari webinar ini saya mendapatkan banyak sekali ilmu baru. Di luar dugaan, yang tadinya saya pikir bakal membosankan, ternyata saya justru dapat insight yang menarik dari mengikuti webinar tersebut. Satu catatan yang cukup mengubah saya adalah bahwa mengatur keuangan itu enggak sekadar mengatur pos-pos anggaran, tetapi juga bagaimana mengembangkan uang yang kita kelola. Kok repot banget? Kan yang diatur cum
Punya hobi itu memang asyik. Melakukan aktivitas yang kita sukai tanpa beban tentu bisa mengurangi stres. Belakangan hobi juga bisa menghasilkan. Daripada berhobi sekadar bersenang-senang, kini hobi dikelola agar menghasilkan cuan. Yup! Hobi jadi bisnis, kenapa enggak? Namun, masalahnya, apa iya semua hobi harus jadi bisnis? Hobi: Leisure atau Presure? Konon kalau mau menikmati berbisnis, bangunlah bisnis yang sesuai hobi. Agar saat kita mengalami jatuh bangunnya berbisnis, kita pantang menyerah karena memperjuangkan apa yang kita sukai. Kalau pendapat saya pribadi, menjadikan hobi jadi bisnis berarti bersiap untuk kehilangan kenikmatan melakoni hobi, karena dalam melakukan hobi harusnya jadi happy . Namun, ketika ada motif materi, tentu ada target yang ingin diraih, risiko gagal mulai menghantui. Akhirnya, melakukan hobi yang tadinya bisa dinikmati, mulai berbuah tekanan. Kita pingin berhobi, tapi enggak ingin stagnan. Rasanya mungkin enggak akan setertekan kalau kita melakukan peke